Oleh:
Muharini Aulia, M. Psi., Psi. (psikolog klinis, memiliki perhatian pada topik
depresi)
Put your make up
on
Get your nails
done
Curl your hair
Run the extra mile
Keep it slim
So they like you,
do they like you ? (Try-Colbie Calliat)
Kita semua pasti memiliki satu momen di pagi hari yang kita
gunakan untuk menghias diri sebelum keluar dari zona aman kita, kamar tidur.
Layaknya seorang penyihir yang sedang meracik ramuan, atau pelukis yang sedang
menyelesaikan maha karyanya, kita “menikmati” eksperimen yang kita lakukan dengan
menggunakan berbagai produk kecantikan. Kita menyikapi tubuh sebagai “kuali”
-yang siap menerima dan mengolah berbagai nutrisi kulit, pelembab, dan bedak-
dan juga sebagai “kanvas” yang siap dihias dengan blush on, eyeliner, lipstik
dan sebagainya. Berapa menit momen pagimu? 5 menit? 15 menit? Atau.. satu jam? Setiap orang
memiliki durasinya masing-masing dalam menyelesaikan kewajiban pagi ini. akan
tetapi, hasil survey yang dilakukan oleh TODAY dan AOL menunjukkan bahwa
rata-rata setiap orang menghabiskan 55 menit waktu paginya untuk menghias diri.
Wow!! Waktu
yang cukup panjang bukan? 55 menit itu sama halnya dengan waktu efektif bagi
seseorang untuk belajar. 55 menit juga merupakan durasi satu episode sinetron
di televisi.
Nah! Yang lucunya lagi, 55 menit bukanlah durasi total
yang digunakan seseorang untuk menghias diri dalam satu hari. Begitu
meninggalkan kamar, kita tetap membawa beban “menjaga keindahan” dalam setiap
langkah kita. Seberapa sering kita melewati benda yang dapat memantulkan
bayangan diri kita dan mata kita tertarik untuk mengamati dan memperbaiki
penampilan ?? Satu atau dua kali? Bisa dipastikan kita hampir selalu tergoda untuk
menoleh setiap melewati kaca mobil, kaca spion, dan kaca jendela. Bila dalam
satu hari kita melewati 10 benda sejenis, dan kita menggunakan 30 detik waktu
kita untuk berkaca dan memperhatikan penampilan kita, maka genap sudah 60 menit
waktu yang kita gunakan untuk menghias diri.
Durasi menghias diri tidak berhenti di menit ke 60.
Berfoto-foto dan mengedit foto mungkin menyumbang 20 menit ke dalam tabungan
durasi menghias diri. Bila ditambah dengan 10 menit waktu kita merapikan diri sesampainya di tempat tujuan, 20
menit mencari informasi mengenai fashion,
20 menit membicarakan fashion dengan
teman, 20 menit membicarakan kekurangan pada bagian tubuh dan berusaha mencari
solusi untuk menutupinya, serta 60 menit waktu berbelanja untuk kebutuhan
penampilan, ternyata kita mencapai menit ke 210 untuk segala urusan memoles diri ini. Lantas apa penyebab
kita mau menggunakan 3 setengah jam dari
24 jam waktu kita untuk urusan menghias diri ini? Hasil survey TODAY
menunjukkan bahwa sebagian besar orang merasakan kenyamanan dalam diri bila
menghias diri. tidak sedikit pula yang melakukan upaya menghias diri agar
tampak menarik dan disukai orang lain....
LALU..
Bila benar ini semua terkait dengan upaya berinteraksi
dan disukai oleh orang lain dan kelompok, lantas apakah benar bila kita
memulainya dengan menyembunyikan rapat-rapat diri kita yang sebenarnya ? Apakah benar bila kita
mempresentasikan diri kita yang “telah diubah” agar mendapat perhatian dan
penilaian baik dari orang lain?
Dan apakah benar semua orang hanya mau menjalin hubungan
dengan orang yang cantik? Menarik?
Cantik dan menarik. Entah berawal darimana, kedua kata
ini tampak serasi dan terkesan tidak bisa terpisah satu sama lain. Dan entah
bagaimana sejarahnya, kata cantik selalu identik dengan penampilan fisik,
terutama wajah dan tubuh. Namun bila saat ini saya bertanya “apa itu definisi
cantik?”, maka akan ada beragam jawaban yang dapat menjelaskannya. Armstrong,
penulis buku "The Secret Power of Beauty”, menjelaskan bahwa kecantikan bukanlah
hal yang dapat dijelaskan dengan prinsip sederhana. Kecantikan bukanlah sesuatu
yang dapat dijelaskan secara matematis dan kecantikan tidak memiliki standar
emas. Tidak hanya pada setiap masa, setiap daerah pun memiliki perbedaan
dalam mendefinisikan kecantikan fisik. Berbeda dengan kecantikan, Armstrong
berpendapat bahwa wajah yang menarik dapat dijelaskan oleh beberapa komponen.
Beberapa komponen tersebut adalah rata-rata (averageness), simetris, sex
dimorphism, ekspresi yang menyenangkan, perawatan yang baik serta kemudaan.
Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa wajah yang menarik (pada pria dan
wanita) adalah wajah yang memiliki kesamaan dengan rata-rata wajah di suatu daerah.
Kesimetrisan pada seluruh bagian muka juga menjadikan wajah lebih menarik.
Hipotesis yang telah terbukti dalam
penelitian ini juga terbukti dalam kehidupan nyata. Saat ini, semua orang
berusaha untuk mengikuti trend fashion
terkini. Menggunakan aitem yang sedang happening
dapat membuat seseorang tampak menarik bagi orang-orang di sekitarnya. Contohnya,
alis tebal ala perempuan timur yang saat ini sangat digandrungi. Gaya alis
tebal ini adalah “komponen rata-rata” yang membuat seseorang tampak menarik.
Lalu.. apakah benar menarik itu adalah dengan menjadi
rata-rata? Dengan memiliki wajah yang simetris? Apakah menarik itu melulu
tentang penampilan fisik ?? Dan apakah benar bahwa menarik dapat diperoleh melalui 210 menit
berjuang untuk penampilan?
Bila tulisan ini berhenti disini, beberapa orang akan beranggapan bahwa memang tidak ada jalan
lain untuk tampil menarik selain dengan menjaga 210 menit dalam setiap hari
kita untuk melakukan rutinitas menghias diri. Tapi saya yakin ada banyak orang yang lebih berpikiran positif dan
menyadari dalam hati bahwa menarik bukan hanya tentang fisik. Bahwa menarik,
jauh dari hanya cantik. Bahwa menarik, bukan diraih dari 210 menit waktu kita. Dan bahwa
menarik, tidak dicapai dengan mengekang apalagi menyembunyikan diri. Karena menarik itu kita..
Bagaimana mungkin menarik itu adalah kita? Pertanyaan ini
jelas tidak dapat dijawab bila kita belum mengenal siapa diri kita sebenarnya.
Dan bukan merupakan fakta yang mengejutkan bila sebagian besar dari kita belum benar-benar
mengenali dirinya. Bagaimana mungkin kita dapat mengenali diri kita sendiri bila 210 menit
dalam sehari kita gunakan untuk menutupinya? Bila kita hanya terfokus pada
fisik yang mengemasnya dan melupakan jiwa yang ada di dalamnya? Bila kita memusatkan
perhatian hanya pada upaya untuk mengubahnya?
Kita tidak dapat memungkiri bahwa penampilan fisik
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan seseorang tampak menarik.
Seseorang yang cantik secara fisik memang lebih mudah mendapatkan perlakuan
baik dari orang lain. Hal ini merupakan fenomena “what is beautiful is good” yang banyak
terjadi di sekitar kita. Kecantikan fisik dapat menjadi hallo effect (faktor
yang membuat orang tertarik sejak jumpa pertama) yang positif.
Tetapi perlu digarisbawahi, bahwa kecantikan fisik bukanlah satu-satunya faktor
yang menyebabkan seseorang tampak menarik. Para psikolog percaya bahwa terdapat
beberapa variabel yang mempengaruhi ketertarikan yaitu variabel kedekatan,
perasaan dan juga kesamaan. Sebuah penelitian membuktikan bahwa kesamaan dalam
karakteristik personal memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap
ketertarikan seseorang pada orang lain. Bila kita perhatikan, kita akan
menyadari model yang serupa di kehidupan nyata. Ada banyak persahabatan yang
dimulai karena kesamaan sifat. Ada banyak pula hubungan suami istri yang
bertahan karena kesamaan karakter di antara keduanya. Begitu pula dengan kedekatan.
Tanpa kita sadari, kita sering menganggap teman kita lebih menarik daripada
orang lain meskipun orang tersebut memiliki penampilan fisik yang lebih baik
daripada teman kita. Pada kasus ini, kedekatan yang telah terbentuk
mempengaruhi ketertarikan kita terhadap sesuatu. Kedekatan tentunya bukan
sesuatu yang diperoleh tanpa membuka diri, tanpa menjadi diri sendiri. Dengan demikian, bisa kita
simpulkan bahwa modal dari menjadi menarik tersembunyi di dalam diri kita bukan ?
Maka mungkin sekarang saatnya kita menyisihkan waktu
–mungkin sebagian waktu dari 210 menit kita- untuk mulai mengenali dan memahami
diri kita. Siapa saya ini? Saatnya juga bagi kita menjajaki segala sifat yang ternyata merupakan
modal utama bukan hanya untuk menarik perhatian orang lain, tetapi juga untuk
membuat ketertarikan itu berlanjut menjadi suatu hubungan yang berkembang.
Pada dasarnya, menjadi cantik secara fisik jelas
bukanlah sebuah larangan. Bagaimanapun, penampilan yang baik secara fisik dapat
menjadi pemicu orang lain menaruh perhatian dan tertarik pada kita. Akan
tetapi, jangan sampai penampilan fisik menjadi fokus utama dalam upaya kita
menjadi menarik. Jangan sampai penampilan fisik malah membuat kita jauh apalagi
mulai tidak menyukai diri kita yang sebenarnya. Jangan sampai penampilan fisik
akhirnya membuat kita menyembunyikan dan melupakan segala sumber daya untuk
menjadi menarik yang ada dalam diri kita. Penampilan fisik jelas berperan
sebagai pembuka hubungan dengan orang lain, tetapi itu BUKAN satu-satunya jalan
dalam membina hubungan. Akan lebih baik menjadi novel bercover usang dengan
ribuan halaman yang dapat membuat orang menangis haru, menyukai, mengingat
cerita dan bahkan mau berulang kali membacanya daripada menjadi majalah
bercover menarik dengan isi katalog iklan yang hanya dibaca sekali kemudian
ditinggalkan dan tidak diingat isinya bukan ?
Menarik itu adalah kita, oleh karena itu kita tidak
membutuhkan 210 menit untuk memperjuangkan penilaian orang lain.
Take your make up
off
Let your hair down
Take a breath
Look into the
mirror
Ask your self
Don’t you like you?
Cause i like
you.... (Try-Colbie Calliat)
Referensi
The Evolutionary Psychology of Facial Beauty. Gillian
Rhodes. 2006. Annual Review by Stanford University. 57 : 199-226.
Beyond Physical attractiveness : Interpersonal
Attraction as a function of Similarities in Personal Characteristics. Haesun
Park & Sharron J. Lennon. 2008. Clothing & Textiles Research journal
Vol. 26 No. 4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar