Tentang Kami

12 Desember 2014

Setiap Anak adalah Ilmuwan



Oleh Novita, M. Psi, Psikolog


Sumber : Kaskus.co.id


Belum lama ini, sebuah postingan di akun Facebook milik Muhammad Erfas Maulana menjadi topik hangat yang dibicarakan. Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Diponegoro tersebut mempertanyakan perbedaan jawaban dari materi perkalian sekolah dasar antara dirinya dan guru dari adiknya.  “Heboh 4x6 atau 6x4”, demikian salah satu portal berita nasional menyebut dampak yang muncul atas postingan tersebut1

Berbagai pihak pun ikut bereaksi. Ada yang sepemahaman dengan Erfas, bahwa sebaiknya pendidik mempersilakan murid untuk menemukan sendiri cara memecahkan soal meskipun berbeda dengan cara yang dipakai oleh gurunya. Memberikan kebebasan pada murid dipercaya akan mendukung perkembangan kreativitasnya. Ada yang mencoba meluruskan dengan menjabarkan teori dan falsafah matematika, bahwa konsep axb tidak sama dengan bxa secara matematis. Berdasar penjelasan teori tersebut maka tindakan guru sudah tepat, ada konsep yang ingin ditanamkan. Melencengkan konsep matematika ini, akan menggiring murid untuk lebih mementingkan hasil daripada proses. 

Jadi, mana yang benar? Sama atau tidak antara 4x6 dan 6x4?

Jika ditinjau dari penggunaannya dalam operasi matematika, kedua konsep tersebut ada dan dipakai. Perkalian dikenal memiliki sifat komutatif, yaitu axb sama dengan bxa. Sifat komutatif tersebut banyak dipergunaan untuk memecahkan operasi bilangan dari soal-soal matematika. Sedangkan konsep axb tidak sama dengan b x a, salah satu penggunaannya adalah pada mata pelajaran matrix2.

Perdebatan tentang mana yang lebih benar, sesungguhnya tidak perlu dilanjutkan. Karena dua pernyataan tersebut sama-sama mengandung kebenaran. Pertanyaan yang penting untuk dijawab adalah: kapan waktu yang tepat untuk mengajarkan kedua konsep matematika tersebut pada anak? 

Piaget mengungkapkan bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif yang dilalui individu3
  •  Tahap sensori motorik (0-2 tahun). Pada tahap ini inteligensi anak berkembang lewat eksplorasi sensori motorik. Anak mengembangkan pengetahuan berdasarkan interaksinya secara fisik dengan lingkungan. Mobilitas fisik memberikan kesempatan untuk anak mengembangkan kemampuan intelektual baru. 
  • Tahap pra-operasional (2-7 tahun). Pada tahap ini kemampuan bahasa lebih matang, mulai berpikir simbolis (lewat gambar, kata, dll), tetapi masih egosentris
  •  Tahap operasional konkrit (7-11 tahun). Pada tahap ini kemampuan berpikir logis dan simbolis sudah lebih berkembang, tetapi masih seputar hal yang konkrit
  • Tahap operasional formal (12 tahun ke atas). Pada tahap ini individu dapat berpikir simbolis yang tidak sebatas hal konkrit, tetapi sudah dapat berpikir mengenai konsep abstrak.
Penjelasan Piaget tersebut dapat membantu kita untuk menentukan stimulasi yang tepat untuk mendukung optimalisasi perkembangan kognitif anak. Pada konteks dunia pendidikan, materi ajar yang hendak  diberikan dapat disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif anak. 

Sebagai contoh, pada saat anak masih pada tahap sensori motorik maka stimulasi yang tepat untuk diberikan adalah berbagai macam kegiatan fisik dan pengenalan terhadap objek-objek yang ada di lingkungan. Ketika anak mulai memasuki tahap pra-operasional, kemampuan bahasanya dapat lebih diasah. Anak juga dapat dikenalkan dengan kata dan gambar sebagai simbol dari suatu benda. 

Memasuki tahap operasional konkrit, berbagai macam pengalaman seperti outing, eksperimen sederhana, dan penggunaan barang-barang di rumah sebagai alat bantu ajar dapat digunakan untuk menjelaskan suatu konsep kepada anak. Pada tahap ini pengalaman konkrit akan memperkaya pengalaman dan pengetahuan anak. Begitu memasuki tahap operasional formal, anak sudah dapat diajak untuk berpikir tentang hal yang abstrak sehingga sudah mulai dapat menelaah materi berupa konseptual. 

Orang tua dan guru dianjurkan untuk memberikan stimulasi supaya dapat mengasah kemampuan kognitif anak. Stimulasi yang tepat adalah yang sesuai dengan karakteristik kemampuan berpikir pada tiap tahap. Jangan memberikan tuntutan atau memaksa anak dengan stimulasi yang terlalu jauh dari kemampuannya pada saat ini. Sebagai contoh, memaksa anak yang masih pada tahap sensori motorik untuk menguasai kemampuan berhitung merupakan hal yang tidak tepat karena anak belum mampu berpikir simbolis. 

Dengan demikian, jika kita kaitkan penjelasan Piaget dengan konsep perkalian yang menimbulkan polemik tersebut, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah : dalam mengajarkan suatu materi konseptual pada anak didik yang terpenting adalah waktu yang tepat untuk mengajarkannya. Kita tidak dapat memaksakan anak sekolah dasar untuk mempelajari materi untuk sekolah menengah atas atau perkuliahan. 

Menuntut anak untuk menguasai kemampuan yang belum dicapainya, merupakan hal yang kontraproduktif dari tujuan pendidikan itu sendiri. Menurut Piaget, tujuan dari pendidikan adalah membantu individu agar mampu melakukan sesuatu yang baru, tidak hanya mengulangi hal yang pernah dilakukan generasi sebelumnya, menjadi individu yang kreatif, penggagas, dan penemu. Anak akan mendapatkan pemahaman yang tepat tentang suatu hal, jika anak menemukan sendiri cara untuk memahaminya. Mengajarkan sesuatu terlalu cepat dari kemampuan anak, hanya akan menghambat anak untuk menemukan pemahaman tersebut dengan caranya sendiri 4.

Dari penjelasan Piaget tersebut, kita bisa mengandaikan bahwa setiap anak pada hakikatnya adalah seorang ilmuwan. Anak dapat menemukan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dengan cara mereka yang unik dan kreatif. Mari kita coba melihat persoalan perbedaan pandangan pengajaran sub pelajaran matematika ini dengan lebih netral. Tidak dengan memojokkan pihak yang berseberangan pendapat. Polemik 4x6 atau 6x4 ini memberikan kesempatan bagi kita untuk merefleksikan kembali, hakikat dari tujuan pendidikan yang ingin dicapai di Indonesia dan bagaimana cara untuk mencapainya. Semoga menjadi bahan renungan dan evaluasi bagi stakeholder, para pendidik, orang tua, dan masyarakat agar pendidikan Indonesia lebih baik.


Referensi
1 Isnaeni, N. (2014). Heboh 4x6 atau 6x4. Diakses dari www.m.liputan6.com/news/read/2109404/heboh-4x6-atau-6x4
2 Anonim. (2013).  Medan (Matematika). Diakses dari www.id.m.wikipedia.org/wiki/Medan_(matematika)
3 Hutt, W. & Hummel, J. (2003). Piaget’s Theory of Cognitive Development. Educational Psychology Interactive. Diakses dari www.edpsycinteractive.org/topics/piaget.html



Tulisan ini telah dimuat dalam Buletin Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BPPK) Jakarta, Edisi I/Juli-September, 2014