Tentang Kami

21 Februari 2015

Melatih Emosi Anak



Novita, M. Psi, Psikolog
(Anggota dari Organisasi Penggiat Kesehatan Mental di Indonesia “Psikologi Beraksi”)


sumber : peduliberbagi.wordpress.com


Emosi sering diidentikkan dengan rasa marah atau jengkel. Tidak jarang kita dengar kata emosi digunakan untuk mengungkapkan rasa marah, misalnya “nyebelin banget deh, bikin emosi aja!!!”. Padahal emosi memiliki cakupan makna yang lebih luas dari marah. Berbagai jenis emosi yang dirasakan manusia, dapat dimasukkan ke dalam dua kelompok besar yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif meliputi bahagia, senang, bangga, lega, dll. Contoh emosi negatif adalah marah, kesal, jengkel, sedih, menyesal, dendam, dll.
Emosi adalah kondisi yang melibatkan perubahan pengalaman, perilaku, dan fisiologis individu. Selain mampu memunculkan reaksi pada fisik manusia, emosi juga dapat mempengaruhi pikiran dan perilaku. Emosi yang dirasakan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang untuk melakukan suatu tindakan 1, sehingga keterampilan mengelola emosi sangat penting dimiliki agar menjadi bijak dalam memilih dan berperilaku. 
Mengembangkan keterampilan mengelola emosi dapat dimulai sejak kecil. Keterampilan mengelola emosi dapat diajarkan sejak dini, yaitu disesuaikan dengan kemampuan dan tahap perkembangan anak. Anak yang memahami dan belajar mengenai emosinya mendapatkan manfaat, diantaranya2, 3:
·         dapat membentuk hubungan pertemanan yang positif dan kuat dengan temannya;
·         dapat menenangkan diri lebih cepat saat marah;
·         interaksi dengan lingkungan sosial yang lebih baik;
·         dapat lebih kuat proses pembelajarannya; dan
·         dapat mengikuti pelajaran dan kegiatan sekolah dengan lebih baik.
Meninjau kemanfaatan yang dapat diperoleh anak, orang tua dianjurkan memberikan prioritas untuk mengajarkan keterampilan mengelola emosi pada anak. Prioritas yang sama besarnya dengan mengajarkan keterampilan penting lain seperti membaca, menulis, berhitung, menabung, sopan santun, dll.
Keterampilan mengenali emosi merupakan keterampilan awal dalam mengelola emosi. Keterampilan mengenali emosi adalah kemampuan untuk memahami emosi secara jelas sehingga dapat memberikan label/nama pada emosi tersebut. Individu yang memiliki keterampilan yang rendah dalam mengenali emosi juga memiliki kesulitan untuk mengelola emosi negatif sehingga cenderung mengalami masalah sosial dan emosi yang lebih tinggi 4.  
Sebagai langkah awal, orang tua harus menyadari emosi yang dirasakan oleh dirinya sendiri dan anak. Orang tua harus mampu memperhatikan dan memahami emosi yang sedang dirasakannya. Dengan menyadari emosi yang dirasakan oleh diri sendri, orang tua dapat memahami pengaruh emosi yang dirasakannya tersebut pada caranya berinteraksi dengan anak. Orang tua juga dapat menjadi lebih peka terhadap emosi yang dirasakan oleh anak.
 Orang tua dapat memberi contoh dengan mengungkapkan dan menamakan emosi yang sedang dirasakan orang tua. Misalnya dengan mengatakan pada anak “Ayah/Ibu senang deh kalau kakak makannya dihabiskan” atau “Ayah/Ibu sedih kalau adik tidak mau berbagi mainan dengan teman”. Menyatakan emosi ke dalam kata-kata (labeling) memiliki fungsi untuk memaknai ulang emosi yang dirasakan sehingga dapat mengalihkan dari tindakan emosional dan memberikan rasa bahwa diri dapat mengontrol kondisi yang sedang dihadapi3
Selanjutnya, orang tua dapat mengamati dan mendengarkan cara anak mengekspresikan berbagai macam emosinya. Bagaimana ekspresi muka, gerakan tubuh, dan kebiasaan anak ketika sedang merasakan emosi tertentu. Meskipun sulit ketika menghadapi anak yang sedang merasakan emosi negatif seperti marah atau sedih, cobalah untuk tidak menghindari atau mengalihkan anak dari perasaannya. Anggap bahwa peristiwa tersebut sebagai kesempatan untuk mengajarkan anak tentang emosi. Tunjukkan bahwa sebagai orang tua, kita memahami dan tidak meremehkan emosi yang dirasakan anak. Orang tua dapat membantu dengan mengungkapkan dan menamakan emosi yang sedang dirasakan anak, misalnya “Adik marah ya, Ayah melarang menonton televisi?”, “Kakak sedih ya,tidak dibolehkan main?” atau “Kakak sepertinya senang sekali bisa bermain dengan Ibu?”2.
Saat anak mengekspresikan emosi mereka, orang tua sebaiknya menemani dan menetapkan batasan. Misalnya boleh menangis, tapi tidak merusak barang atau membahayakan diri. Ketika anak sudah tenang, orang tua dapat membimbing anak dengan menunjukkan perilaku yang lebih positif. Contohnya “Bunda tahu adik marah, tapi sekarang hujan deras. Bunda takut kalau kelamaan di luar jadi sakit deh. Kita main di dalam aja ya”.
Untuk anak yang sudah mampu untuk diajak berdiskusi, orang tua dapat meminta anak menceritakan pengalaman emosinya dan mencari alternatif solusi bersama-sama. Orang tua yang memahami emosi anak dan memberikan pujian atas perilaku positifnya, dapat mendukung perkembangan emosi yang sehat bagi anak. Mari, kita beri contoh dan ajarkan tentang emosi pada anak. Apa yang sedang Anda rasakan hari ini?

Referensi
1 Bosse, T., Pontier, M., & Treur, J. 2007. A Computational Model based on Gross Emotion Regulation Theory. Amsterdam: Department of Artificial Intelligence De Boelelaan.
2 Parenting Count. 2014. Five Steps of Emotion Coaching. Diakses dari www.parentingcounts.org/information/timeline/five-steps-of-emotion-coaching
3  Greenberg, L. S. (2003). Emotion-Focused Therapy. Washington: American Psychological Association.
 4 Ciarrochi, J., Heaven, P.C.L., & Supavadeeprasit, S. 2008. The Link between Emotion Identification Skills and Socio-Emotional Functioning in Early Adolescence: A 1-Year Longitudinal Study. Journal of Adolescence. Vol 31. p 565–582.




Tulisan ini telah dimuat dalam Buletin Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BPPK) Jakarta, Edisi III/Oktober-Desember, 2014