Oleh: Wahyu Nhira Utami, M.Psi., Psi.
Psikolog Klinis, Staff Badan Kepegawaian Daerah
Provinsi Kalimantan Timur
(sumber: keen.com) |
Pada
saat berhadapan dengan sebuah keadaan baru, seberapa sering kita bertanya
“Nanti akan seperti apa ya?”
Berhadapan
dengan situasi baru, memang bisa menjadi sesuatu yang sulit. Bagaimana tidak,
diri kita yang sudah terbiasa dengan pola A, sekarang harus berganti menjadi
pola B. Tentu saja hal ini akan berimbas pada semua hal dalam diri kita. Dari
segi fisik, tubuh yang biasanya bergerak ke kiri, sekarang harus diarahkan
untuk bergerak ke kanan. Dari sisi pikiran, yang dahulunya hanya memikirkan ABC,
sekarang harus memikirkan DEF atau bahkan ABCDEF harus dipikirkan bersamaan.
Apalagi dari sisi emosi, dengan berubahnya keadaan fisik dan pikiran, keadaan
emosi bisa menjadi tidak stabil. Hal ini pula yang menjelaskan mengapa
seseorang yang baru menjalani perubahan cenderung tidak sabaran dan mudah
marah.
Beberapa
orang mencari-cari perubahan, enggan untuk bertahan di satu tempat terlalu
lama. Bagi sebagian lainnya, mereka akan mengerahkan semua kekuatannya untuk
bertahan di keadaan yang familiar baginya, menolak untuk berdekatan dengan
perubahan. Baginya, Perubahan adalah hal yang sangat menjengkelkan. Lalu bagaimana
seharusnya kita menghadapi perubahan?.
Perubahan
didefinisikan sebagai suatu proses
untuk membuat atau menjadi berbeda (Google dictionary). Menurut saya pribadi,
kata yang ditebali memiliki makna yang luar biasa untuk memaknai sebuah
perubahan. Perubahan seringkali menjadi
momok, karena kita terbiasa berpikir pada hasil akhir. Berbeda dengan jalan
yang biasa kita lewati selama ini, jalan baru terlihat lebih susah dan membuat
was-was karena kita tidak tahu jalan ini akan berujung dimana. Lebih tepatnya, Kita
tidak mengetahui apakah perubahan ini akan membawa kita ke arah yang lebih baik
atau sebaliknya.
Manusia
dengan segala kepintarannya, seringkali mengalami distorsi kognitif (kesalahan
pikir). Salah satu kesalahan pikir yang sering terjadi pada manusia adalah catastrophizing (Menganggap sesuatu
sebagai bencana). Hal inilah yang membuat kita berpikiran bahwa apapun yang
akan terjadi di depan pastilah tidak menyenangkan, sehingga opsi untuk
menjalani perubahan selalu dilihat sebagai aksi yang menakutkan. Pada akhirnya, kita akan terus diikuti
pemikiran “Bagaimana jika…”, yang akhirnya membuat kita dilingkupi rasa takut dan cemas menghadapi
perubahan.
‘What’ and ‘If’
two words as non-threatening as words come. But put them together side by side
and they have the power to haunt you for the rest of your life: ‘What if?...’
‘Bagaimana’ dan
‘Jika’ adalah dua kata yang tidak
memiliki arti yang menakutkan. Tapi bila kamu menempatkannya berdampingan,
mereka memiliki kekuatan untuk menghantuimu seumur hidup: ‘Bagaimana Jika?...’
-Sophie (Dalam Film
“Letters to Juliet”)-
Analogi
saya, proses menjalani perubahan itu
sama seperti proses mendaki gunung. Perjalanan menuju puncak bisa jadi melalui
tanah licin berbatu, naik turun bukit, kedua kaki bahkan berteriak minta
beristirahat. Melelahkan, tapi selama perjalanan menuju puncak itu saya bisa
mendengar kicauan burung, melihat begitu banyak pohon, bunga berwarna-warni,
dan (kalau beruntung) kupu-kupu. Perubahan
yang kita alami bisa jadi mengambil seluruh tenaga dan menyita banyak waktu
serta pikiran kita, tapi bukan berarti selama proses yang melelahkan itu kita
tidak dapat menyukai bahkan menikmati hal-hal yang terjadi di sepanjang jalan.
Merasa
takut, gamang dan tidak pasti adalah perasaan yang lumrah. Meskipun begitu,
bukan berarti kita akan membiarkan perasaan-perasaan tersebut menguasai diri
kita sepenuhnya. Ada kalanya rasa takut perlu diterima apa adanya, sehingga
kita tetap menyadari bahwa hidup kita adalah sebuah proses yang berharga dan
patut untuk diperjuangkan. Ada kalanya rasa takut itu terus menghantui
perjalanan kita, tidak apa. Teruslah berjalan dengan semua rasa takut yang ada
dan pastikan, bahwa keberanian juga ada mendampingi kita.
“A hero is no
braver than an ordinary man, but he’s braver 5 minutes longer”
Pada dasarnya
tidak ada perbedaan antara seorang pahlawan dengan manusia lainnya, Pahlawan
hanya berhasil mempertahankan keberaniannya 5 menit lebih lama.
-Anonim-
Jadilah
pahlawan. Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk dirimu sendiri. Untuk hidupmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar