Tentang Kami

15 Juni 2014

Sebuah Proses dalam Perubahan



Oleh: Wahyu Nhira Utami, M.Psi., Psi.
Psikolog Klinis, Staff Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Timur

(sumber: keen.com)   



Pada saat berhadapan dengan sebuah keadaan baru, seberapa sering kita bertanya “Nanti akan seperti apa ya?”  

Berhadapan dengan situasi baru, memang bisa menjadi sesuatu yang sulit. Bagaimana tidak, diri kita yang sudah terbiasa dengan pola A, sekarang harus berganti menjadi pola B. Tentu saja hal ini akan berimbas pada semua hal dalam diri kita. Dari segi fisik, tubuh yang biasanya bergerak ke kiri, sekarang harus diarahkan untuk bergerak ke kanan. Dari sisi pikiran, yang dahulunya hanya memikirkan ABC, sekarang harus memikirkan DEF atau bahkan ABCDEF harus dipikirkan bersamaan. Apalagi dari sisi emosi, dengan berubahnya keadaan fisik dan pikiran, keadaan emosi bisa menjadi tidak stabil. Hal ini pula yang menjelaskan mengapa seseorang yang baru menjalani perubahan cenderung tidak sabaran dan mudah marah.

Beberapa orang mencari-cari perubahan, enggan untuk bertahan di satu tempat terlalu lama. Bagi sebagian lainnya, mereka akan mengerahkan semua kekuatannya untuk bertahan di keadaan yang familiar baginya, menolak untuk berdekatan dengan perubahan. Baginya, Perubahan adalah hal yang sangat menjengkelkan. Lalu bagaimana seharusnya kita menghadapi perubahan?.

Perubahan didefinisikan sebagai suatu proses untuk membuat atau menjadi berbeda (Google dictionary). Menurut saya pribadi, kata yang ditebali memiliki makna yang luar biasa untuk memaknai sebuah perubahan.  Perubahan seringkali menjadi momok, karena kita terbiasa berpikir pada hasil akhir. Berbeda dengan jalan yang biasa kita lewati selama ini, jalan baru terlihat lebih susah dan membuat was-was karena kita tidak tahu jalan ini akan berujung dimana. Lebih tepatnya, Kita tidak mengetahui apakah perubahan ini akan membawa kita ke arah yang lebih baik atau sebaliknya.

Manusia dengan segala kepintarannya, seringkali mengalami distorsi kognitif (kesalahan pikir). Salah satu kesalahan pikir yang sering terjadi pada manusia adalah catastrophizing (Menganggap sesuatu sebagai bencana). Hal inilah yang membuat kita berpikiran bahwa apapun yang akan terjadi di depan pastilah tidak menyenangkan, sehingga opsi untuk menjalani perubahan selalu dilihat sebagai aksi yang menakutkan.  Pada akhirnya, kita akan terus diikuti pemikiran “Bagaimana jika…”, yang akhirnya membuat kita  dilingkupi rasa takut dan cemas menghadapi perubahan. 

‘What’ and ‘If’ two words as non-threatening as words come. But put them together side by side and they have the power to haunt you for the rest of your life: ‘What if?...’
‘Bagaimana’ dan ‘Jika’  adalah dua kata yang tidak memiliki arti yang menakutkan. Tapi bila kamu menempatkannya berdampingan, mereka memiliki kekuatan untuk menghantuimu seumur hidup: ‘Bagaimana Jika?...’
            -Sophie (Dalam Film “Letters to Juliet”)-

Analogi  saya, proses menjalani perubahan itu sama seperti proses mendaki gunung. Perjalanan menuju puncak bisa jadi melalui tanah licin berbatu, naik turun bukit, kedua kaki bahkan berteriak minta beristirahat. Melelahkan, tapi selama perjalanan menuju puncak itu saya bisa mendengar kicauan burung, melihat begitu banyak pohon, bunga berwarna-warni, dan (kalau beruntung) kupu-kupu.  Perubahan yang kita alami bisa jadi mengambil seluruh tenaga dan menyita banyak waktu serta pikiran kita, tapi bukan berarti selama proses yang melelahkan itu kita tidak dapat menyukai bahkan menikmati hal-hal yang terjadi di sepanjang jalan.

Merasa takut, gamang dan tidak pasti adalah perasaan yang lumrah. Meskipun begitu, bukan berarti kita akan membiarkan perasaan-perasaan tersebut menguasai diri kita sepenuhnya. Ada kalanya rasa takut perlu diterima apa adanya, sehingga kita tetap menyadari bahwa hidup kita adalah sebuah proses yang berharga dan patut untuk diperjuangkan. Ada kalanya rasa takut itu terus menghantui perjalanan kita, tidak apa. Teruslah berjalan dengan semua rasa takut yang ada dan pastikan, bahwa keberanian juga ada mendampingi kita.

“A hero is no braver than an ordinary man, but he’s braver 5 minutes longer”
Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara seorang pahlawan dengan manusia lainnya, Pahlawan hanya berhasil mempertahankan keberaniannya 5 menit lebih lama.
-Anonim-

Jadilah pahlawan. Bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk dirimu sendiri. Untuk hidupmu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar